Fungsi Sosiologi: Ciri dan Sejarah dari Para Tokoh Update Dan Terbaru

Fungsi Sosiologi: Ciri dan Sejarah dari Para Tokoh – Sosiologi adalah bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk sosial dan interaksi antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

Kata sosiologi itu sendiri, jika dilihat dari sudut pandang etimologis, istilah sosiologi berasal dari bahasa Latin “socius” dan bahasa Yunani “logos”.

Kata socius memiliki arti sebagai “perusahaan atau teman” dan logos yang berarti “berbicara atau berbicara”.

Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa sosiologi berbicara tentang kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Dan pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang fungsi ciri sosiologi dan sejarah, berikut rangkumannya:


  • Fungsi Sosiologi di dalam Perencanaan Sosial

Perencanaan sosial di sini berarti upaya mempersiapkan masa depan individu dalam masyarakat.

Perencanaan sosial ini bertujuan untuk mengatasi berbagai peluang yang muncul ketika masalah muncul dan dapat mengalami perubahan sosial di masyarakat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perencanaan sosial ini berfungsi untuk mengantisipasi atau mencegah sesuatu di kemudian hari dan untuk mempersiapkannya.

Fungsi sosiologi dalam perencanaan sosial meliputi:

  1. Perencanaan sosial adalah alat yang digunakan untuk mengidentifikasi setiap perubahan yang terjadi di masyarakat.
  2. Perencanaan digunakan untuk mengantisipasi dan mencegah berbagai masalah yang mungkin timbul dalam kehidupan masyarakat.
  3. Perencanaan sosial adalah alat untuk mengidentifikasi semua perkembangan dalam masyarakat.
  4. Karena sosiologi membahas hubungan antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, dan kelompok dengan individu, sehingga suatu perencanaan didasarkan pada fakta.
  5. Sosiologi dapat memahami evolusi suatu lingkungan masyarakat di berbagai tempat, baik di desa maupun di kota, sehingga sosiologi dapat dengan tepat melakukan proses pembuatan perencanaan sosial.

  • Fungsi Sosiologi di dalam Penelitian

Penelitian di sini dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan atau untuk menemukan pengetahuan baru.

Dalam ilmu sosiologi, penelitian berfungsi memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat.

Dalam kegiatan penelitian, berbagai gejala yang ada di masyarakat selalu dibahas.

Dengan dilakukannya penelitian tersebut diharapkan dapat diperoleh suatu rencana pemecahan masalah sosial.

Berbagai fungsi sosiologi dalam perencanaan sosial meliputi:

  1. Perhatikan berbagai fenomena sosial yang terjadi di masyarakat.
  2. Pahami pola perilaku manusia yang berbeda dalam masyarakat.
  3. Lihat berbagai perubahan perilaku manusia di masyarakat.
  4. Memahami semua jenis kode, simbol, dan istilah yang menjadi subjek penelitian.
  5. Berpikirlah secara rasional dan selalu berhati-hati.

  • Fungsi Sosiologi di dalam Pembangunan

Pembangunan di sini dapat diartikan sebagai perubahan yang direncanakan dan ditargetkan.

Sebagai proses pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik. Baik secara material maupun spiritual.

Peran sosiologi dalam pembangunan merupakan metode penyediaan berbagai jenis data sosial. Apa yang dibutuhkan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan?

Pada tahap perencanaan seseorang harus memperhatikan apa yang akan menjadi kebutuhan sosial

Dalam tahap implementasi, kekuatan sosial yang ada di masyarakat dan proses perubahan sosial diperhitungkan.

Serta pada tahap evaluasi untuk menganalisis dampak pembangunan yang akan dilakukan nantinya.


  • Fungsi Sosiologi Dalam Memecahkan Permasalahan Sosial

Masalah ini dapat diartikan sebagai kesulitan yang muncul dan perlu diselesaikan dengan berbagai solusi.

Umumnya masalah muncul karena adanya gap antara ekspektasi dan realita yang diinginkan.

Secara umum permasalahan sosial dalam masyarakat selalu terkait dengan nilai dan kelembagaan masyarakat yang berbeda.

Disebut masalah sosial. Pasalnya, masalah tersebut dapat mengganggu suasana keharmonisan kehidupan masyarakat.

Sehingga permasalahan sosial harus dicarikan solusi untuk mengatasinya, agar keharmonisan dalam kehidupan masyarakat dapat terus tercipta dan terjaga.

Dengan sosiologi kita dapat memahami berbagai konflik sosial dan perubahan sosial yang muncul dalam masyarakat, sehingga kita dapat lebih mudah mencari solusi dari permasalahan sosial tersebut.

Metode pemecahan masalah sosial yang muncul antara lain:

Metode antisifatif, yaitu metode pencegah yang mempersiapkan sesuatu jika ada kemungkinan akan terganggu kerukunan di lingkungan masyarakat.

Metode restitusif adalah metode yang digunakan untuk memberi penghargaan atau penghargaan kepada orang yang dapat mematuhi aturan atau norma yang ada.

Metode repersif, yaitu metode yang dapat menghalangi seseorang yang melakukan kejahatan.


  • Kedudukan Sosiologi Diantara Ilmu Pengetahuan Lainnya

Berikut kedudukan sosiologi dengan ilmu-ilmu lain, misalnya:


  1. Sosiologi dengan Ilmu Sejarah

Sosiologi dengan ilmu sosial secara simultan mengulas peristiwa dan hubungan yang dialami individu atau kelompok sebagai anggota masyarakat. Sejarah dalam memfokuskan pada berbagai peristiwa atau peristiwa yang terjadi di masa lalu.

Sedangkan sosiologi sendiri menitikberatkan pada peristiwa yang menjadi proses sosial yang muncul antara relasi seseorang atau kelompok dalam situasi dan kondisi yang berbeda.


  1. Sosiologi dan Ilmu-Ilmu Pasti

Sosiologi memiliki hubungan dengan ilmu pasti yang kita kenal sebagai matematika.

Dalam penelitian sosiologi biasanya terdapat berbagai bilangan matematika, misalnya data berupa statistik atau grafik.


  1. Sosiologi Dan Ilmu Ekonomi

Ekonomi dapat digambarkan sebagai ilmu yang mempelajari upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya dalam hidupnya.

Contohnya seperti produksi, sumber daya, konsumsi dan lain-lain. Ekonomi di sini akan membatasi penelitian pada peristiwa tertentu.

Sedangkan sosiologi membahas dan menelaah berbagai elemen masyarakat secara keseluruhan. Sehingga sosiologi tidak hanya ada dalam satu peristiwa.


  1. Sosiologi dan Ilmu Antropologi

Hubungan antara keduanya antara sosiologi dan antropologi bisa dikatakan sangat erat.

Sosiologi sebagai objek investigasi adalah manusia dan masyarakat secara keseluruhan, sedangkan antropologi sebagai objek investigasi hanya budaya dan manusia.


Ciri-ciri Sosiologi

Sosiologi sebagai disiplin ilmu tentunya memiliki ciri keilmuan. Berikut empat ciri sosiologi sebagai ilmu:

Sosiologi bersifat empiris, artinya sosiologi sebagai ilmu yang didasarkan pada pengamatan terhadap realitas dan bukan spekulatif atau menebak-nebak kebenaran. Oleh karena itu, kebenaran yang diuji harus didasarkan pada penelitian ilmiah.

Sosiologi bersifat teoritis, artinya sains dibangun ke dalam teori (abstraksi) yang terstruktur secara logis untuk mencari sebab dan akibat suatu fenomena sosial.

Sosiologi bersifat kumulatif, artinya disusun berdasarkan teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Sebagai ilmu yang dinamis, sosiologi berkembang dari teori-teori yang ada, yang kemudian dikritik dan dikoreksi sehingga teori-teori tersebut menjadi lebih kekinian.

Sosiologi itu tidak etis, artinya sosiologi mempertanyakan fakta-fakta yang ada di masyarakat, bukan tentang fakta baik dan buruk.


Sejarah Perkembangan Sosiologi dan Tokoh-Tokoh Sosiologi

Sebagaimana disebutkan di atas, Auguste Comte adalah orang pertama yang menggunakan istilah sosiologi, oleh karena itu ia dikenal sebagai bapak sosiologi dunia. Bagi akademisi, Comte lebih dikenal sebagai seorang filsuf daripada sosiolog. Awalnya, ia mengembangkan disiplin ilmu yang disebut fisika sosial (Ritzer, 2012), yang kemudian dikenal dengan sosiologi. Sosiologi disebut fisika sosial karena mencoba mentransfer ilmu-ilmu alam ke dalam bidang sosial. Pemikiran Comte yang terkenal menyangkut hukum tiga tahap pemikiran manusia, yaitu tahap teologis (penekanan pada kepercayaan pada kekuatan supernatural), kemudian tahap metafisik (penekanan pada kekuatan abstrak seperti alam) dan tahap positivis (kepercayaan pada sains).


  • Bapak sosiologi Auguste Comte

Bapak sosiologi Auguste Comte

Sosiologi kemudian menjadi ilmu yang berkembang di Eropa, khususnya Jerman dan Perancis. Perkembangan sosiologi di Eropa juga meningkat pesat akibat revolusi industri di Inggris dan revolusi sosial di Perancis.

Salah satu pemikir besar dalam sosiologi adalah Karl Marx. Marx adalah warga negara Jerman. Marx tidak hanya dikenal sebagai sosiolog, tetapi juga sebagai filsuf dan ekonom. Studi terkenal Marx tentang sosiologi adalah konflik sosial antara majikan dan karyawan. Kelas majikan atau pemilik modal dikenal sebagai borjuasi, sedangkan pekerja dikenal dengan sebutan proletariat. Konflik ini muncul karena perbedaan kepentingan dan perbedaan serta eksploitasi kaum proletar oleh borjuasi. Marx juga dikenal karena pemikirannya yang kontroversial tentang keadaan masyarakat komunis, yaitu konsep masyarakat tanpa kelas.


Karl Marx

Pemikir hebat lainnya adalah Emile Durkheim. Emile Durkheim adalah orang kelahiran Prancis. Pemikiran Durkheim yang paling terkenal adalah fakta sosial. Fakta sosial adalah struktur yang berada di luar individu (eksternal) dan bersifat kompulsif. Selain fakta sosial, konsep terkenal Durkheim adalah pembagian kerja, yang merupakan bagian dari perubahan sosial dari masyarakat mekanis menjadi masyarakat organik. Masyarakat mekanik dicirikan oleh kehidupan yang masih tradisional, rasa kebersamaan yang kuat dan pembagian kerja yang rendah, misalnya dalam berburu dan bertani. Masyarakat organik dicirikan oleh kehidupan yang lebih modern, individualitas yang lebih tinggi, dan pembagian kerja yang lebih kompleks (pekerjaan yang lebih beragam). Pemikiran Durkheim sangat dipengaruhi oleh Comte, sehingga ia juga dikenal sebagai ilmuwan positivis yang mengadopsi ilmu alam seperti statistika dalam membangun teori.


Emile Durkheim

Karakter selanjutnya adalah Max Weber. Seperti Karl Marx, Weber adalah warga negara Jerman. Kajian sosiologis Weber yang terkenal adalah aksi sosial. Weber menjelaskan ada empat jenis aksi sosial, yaitu:

  1. Perbuatan adat, yaitu perbuatan yang dilakukan karena kebiasaan.
  2. Tindakan afektif, yaitu tindakan yang didasari perasaan atau emosi.
  3. Tindakan yang berorientasi pada nilai, yaitu tindakan yang didasarkan pada suatu keyakinan.
  4. Tindakan rasional instrumental, yaitu menggunakan alat atau sarana tertentu untuk mencapai suatu tujuan.

Selain aksi sosial, Weber juga dikenal karena pemikirannya tentang rasionalitas, birokrasi, dan kekuasaan, yang tidak dipelajari di sekolah menengah. Teman-teman akan mendapatkan materi tambahan saat menempuh studi di Fakultas Ilmu Sosial, terutama jika mereka memiliki jurusan sosiologi.


Max Weber

Tokoh sosiologis ini dikenal sebagai pemikir sosiologis klasik. Pemikiran Anda adalah akar dari sosiologi modern yang berkembang setelahnya. Selain Comte, Marx, Durkheim dan Weber sebenarnya ada beberapa pemikir sosiologis klasik seperti Herbert Spencer (studi evolusi sosial), Pittirim Sorokin (studi tentang budaya), Ferdinand Tonnies (Paguyuban dan Patembayan) dll.

Dalam perkembangan selanjutnya, muncul istilah sosiologi modern atau kontemporer. Sosiologi modern lebih banyak membahas tentang tiga sudut pandang utama sosiologi, yaitu:

Fungsi struktural, yaitu cara pandang di mana gejala-gejala muncul dalam masyarakat, terdiri atas sistem-sistem sosial yang terkait satu sama lain karena berfungsi satu sama lain dan mencari keseimbangan atau ekuilibrium. Perspektif ini didasarkan pada pemikiran Durkheim. Tokoh sosiologi modern adalah Talcott Parson dan Robert Merton.

Konflik, suatu cara pandang yang menunjukkan bahwa selalu ada kepentingan yang berbeda dalam suatu fenomena sosial dan adanya lapisan dalam masyarakat. Perspektif ini didasarkan pada pemikiran Marx. Tokoh sosiologi modern yang berperspektif konflik adalah Ralf Dahrendorf dan Lewis Coser.

Interaksi simbolik, yaitu cara pandang yang melihat simbol dan tanda suatu gejala serta tindakan para aktor yang terlibat dalam fenomena sosial. Perspektif ini berkembang dari pemikiran Weber. Angka dari perspektif ini adalah George H. Mead dan Herbet Blumer.

Perkembangan sosiologi selalu dinamis seiring berjalannya waktu. Dalam beberapa tahun ke depan, muncul penelitian tentang postmodernitas, postkolonialisme, dan bahkan masyarakat digital yang penuh dengan teknologi dan internet. Namun materi lebih banyak bisa didapatkan dengan mengambil mata kuliah ilmu sosial, khususnya sosiologi.

Demikian sedikit pembahasan mengenai Fungsi Sosiologi: Ciri dan Sejarah dari Para Tokoh semoga dengan adanya pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk kita semua, dan kami ucapkan Terima Kasih telah menyimak ulasan kami. Jika kalian merasa ulasan kami bermanfaat mohon untuk dishare 🙂

Baca juga artikel lainnya tentang:

Pengertian Sosiologi Hukum Update Dan Terbaru

Fungsi.co.idPengertian Sosiologi Hukum – Secara umum permasalahan hukum di negara berkembang termasuk Indonesia biasanya lebih kompleks dibandingkan dengan negara maju. Masalah politik, sosial dan ekonomi terkait erat dengan masalah hukum.

Pengertian Sosiologi Hukum

Pertanyaan umum yang perlu kita jawab adalah apa pentingnya sosiologi hukum dan apa yang dipelajari dalam sosiologi hukum? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya untuk melihat hubungan timbal balik antara tindakan peserta hukum dan sebaliknya.

Selain itu, pemahaman hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat, perannya dalam perubahan sosial, dan contoh kesadaran hukum dan kepatuhan hukum akan membantu menjawab dua pertanyaan di atas.

Artikel ini membahas tentang pentingnya memahami sosiologi hukum beserta fungsi dan objek kajiannya. Artikel ini terdiri dari dua kompetensi, yaitu memahami sosiologi hukum dan posisinya dalam yurisprudensi. Artikel ini akan mengkaji pemahaman kita tentang sosiologi hukum dalam kaitannya dengan perilaku hukum dalam masyarakat dan sebaliknya, dengan menekankan pada keterkaitan antara hukum dan fenomena sosial lainnya.

Setelah mempelajari artikel ini, kita akan dapat mengetahui dan memahami sosiologi hukum dan aspek lainnya. Pertama kali dipahami bahwa manusia memiliki naluri untuk hidup berdampingan atau hidup bersama manusia lainnya. Jadi kalau keteraturan hidup bisa bersifat subyektif, hidup bersama menimbulkan keinginan dan kemauan untuk hidup teratur. Subjektivitas ini sering menjadi sumber konflik

Situasi ini harus dicegah untuk melindungi integritas dan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan ini menciptakan aturan, norma, atau konvensi hidup. Ini pada dasarnya adalah nilai-nilai perilaku manusia yang berfungsi sebagai pedoman atau kriteria untuk apa yang dianggap sebagai perilaku yang benar. Pemikiran demikian bersumber dari pemikiran normatif atau filosofis yang disebut sosiologi.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pola tingkah laku masyarakat, telah tumbuh cabang ilmu sosiologi melalui proses spesialisasi yaitu sosiologi hukum yang muncul dari pola tingkah laku tertentu.

Setelah mempelajari materi dalam artikel ini, Anda akan dapat menjelaskan pengertian sosiologi hukum, fungsi sosiologi hukum, dan jangkauan sosiologi hukum, baik secara teoritis maupun dalam kasus sosial. Pada kesempatan kali ini kita akan membahasnya, simak penjelasannya di bawah ini!

Pengertian Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum adalah bagian dari sosiologi jiwa manusia, yang mempelajari realitas sosial hukum secara utuh, mulai dari pernyataan-pernyataan konkrit yang dapat dibuktikan kebenarannya dari luar, dalam tingkah laku kolektif yang efektif atas dasar material (Gurvitch, dalam Laksana, et al., 2017, hlm.5). Artinya, sosiologi hukum menafsirkan tingkah laku dan manifestasi material hukum menurut makna batiniahnya, mengilhami dan merasukinya, tetapi juga mengubahnya sebagian.

Laksana, dkk (2017, hlm. 8) sendiri berpendapat bahwa sosiologi hukum adalah cabang ilmu yang mempelajari antara lain mengapa manusia menaati hukum dan mengapa tidak menaati hukum tersebut serta faktor-faktor kemasyarakatan lain yang mempengaruhinya. Di sisi lain, menurut Soekanto (dalam Solikin, 2022, hlm. 5), sosiologi hukum adalah cabang ilmu yang menganalisis atau menganalisis secara empiris atau menyelidiki hubungan timbal balik antara hukum dan fenomena lainnya. Menurut Raharjo (dalam Solikin, 2022, hlm. 5), sosiologi hukum adalah pengetahuan hukum tentang pola tingkah laku orang-orang dalam suatu konteks sosial.

Lebih lanjut Meuwissen berpendapat (dalam Laksana, et al, 2017, hlm. 5) bahwa sosiologi hukum menjelaskan hukum positif yang berlaku (yaitu perubahan ruang dan waktu dalam isi dan bentuk) dengan bantuan faktor-faktor sosial. Sementara itu, Johnson berpendapat (dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 5) bahwa sosiologi hukum merupakan bagian dari sosiologi jiwa manusia, yang mengkaji sepenuhnya realitas sosial hukum mulai dari hal-hal yang nyata seperti mengamati perwujudan hukum. lahir dalam kebiasaan kolektif yang efektif. (organisasi standar, kebiasaan sehari-hari dan tradisi atau kebiasaan inovatif) serta dalam basis material (struktur spasial dan kepadatan demografis lembaga hukum).

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sosiologi hukum merupakan cabang ilmu sosiologi yang sangat menitik beratkan pada persoalan hukum yang terwujud dari pengalaman kehidupan masyarakat sehari-hari (Laksana, dkk, 2017, hlm. 6).

Objek Sosiologi Hukum

Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa tujuan mempelajari sosiologi hukum adalah mempelajari organisasi sosial hukum. Objek sasaran di sini adalah badan-badan yang terlibat dalam penyelenggaraan peradilan, yaitu legislator, pengadilan, polisi, dan pengacara (Rahardjo, dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 8).

Hal yang sama dikemukakan oleh Apeldoorn bahwa sosiologi hukum menggunakan hukum sebagai fokus kajiannya. Berdasarkan asas-asas yang dituangkan dalam undang-undang, keputusan pemerintah, peraturan, kontrak, keputusan hakim, tulisan hukum dan sumber lainnya.

Sedangkan menurut Curzon (dalam Solikin, 2022, hlm. 13), sosiologi hukum memiliki obyek kajian fenomena hukum yang didasarkan pada konsep hukum sebagai alat kontrol sosial. Di sini, sosiologi hukum mengkaji apakah dan sejauh mana prinsip-prinsip tersebut benar-benar diterapkan dalam kehidupan masyarakat, yaitu sejauh mana kehidupan mengikutinya atau menyimpang darinya (Laksana, dkk, 2017, hlm. 9).

Diterjemahkan, pokok bahasan sosiologi hukum berbunyi sebagai berikut.

Sosiologi hukum mengkaji hukum dalam bentuknya atau kontrol sosial negara. Dalam hal ini sosiologi mengkaji seperangkat aturan khusus yang berlaku dan diperlukan untuk menjaga ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.

Sosiologi hukum mengkaji suatu proses yang ditujukan untuk membentuk warga negara sebagai makhluk sosial. Sosiologi hukum menyadari keberadaannya sebagai aturan sosial yang ada dalam masyarakat (Solikin, 2022, hlm. 14).

Fungsi Sosiologi Hukum

Dalam kajian hukum setidaknya ada tiga faktor yang menjadi parameter berfungsinya sosiologi hukum, yaitu:

·         Berfungsi Secara Filosofis

Setiap masyarakat selalu mempunyai gagasan tentang hukum, yaitu apa yang diharapkan masyarakat dari hukum, misalnya hukum harus menjamin keadilan, kesejahteraan dan ketertiban serta kebahagiaan.

Cita-cita hukum atau gagasan hukum berkembang dalam sistem nilai baik dan buruk suatu masyarakat, pandangannya terhadap individu dan masyarakat, dll, termasuk pandangan tentang dunia supranatural. Semua ini bersifat filosofis, artinya menyangkut pandangan tentang hakikat atau hakekat sesuatu. Hukum juga harus mencerminkan sistem nilai untuk melestarikan nilai-nilai dan menerapkannya dalam perilaku masyarakat.

Menurut Rudolf Stammler, cita hukum merupakan konstruksi mental yang sangat diperlukan untuk menyelaraskan hukum dengan cita-cita yang diinginkan masyarakat. Lebih jauh, filsuf hukum Gustav Radbruch mengatakan bahwa cita-cita hukum berfungsi sebagai acuan preskriptif dan konstruktif. Tanpa cita-cita hukum, hukum kehilangan maknanya. (Sutradara Manan, 1992, 17)

Dalam proses pembentukan hukum, konkretisasi nilai-nilai yang terkandung dalam cita-cita hukum menjadi norma hukum tergantung pada kesadaran dan evaluasi nilai-nilai tersebut oleh pembuat undang-undang. Kurangnya kesadaran akan nilai-nilai tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antara cita-cita hukum dan norma hukum yang dipraktikkan. Oleh karena itu, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, di mana cita-cita hukum Pancasila dan norma-norma dasar negara itu ada, setiap undang-undang yang diperkenalkan harus dibumbui dan dikodifikasikan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dalam undang-undang.

·         Berfungsi Secara Sosiologis/Empiris

Menegakkan fungsi sosiologis/empiris berarti anggota masyarakat tunduk pada hukum dimana hukum itu ditegakkan. Nilai empiris dapat dipahami melalui studi empiris tentang perilaku warga negara. Saat muncul di pencarian

Jika masyarakat secara umum berperilaku sesuai dengan aturan hukum, maka aturan hukum memiliki nilai empiris. Norma hukum dengan demikian mencerminkan realitas yang hidup dalam masyarakat. (Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, 1993, 88-89).

Secara sosiologis, produk hukum dibuat secara alamiah, bahkan spontan, dan diterima oleh masyarakat. Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka menambahkan bahwa ada dua landasan teori yang melandasi sosiologi suatu negara hukum, yaitu:

Dalam istilah sosiologis, teori kekuasaan menyatakan bahwa aturan hukum ditegakkan dengan paksaan oleh penguasa, baik masyarakat menerimanya atau tidak.

Teori Pengakuan, prinsip bahwa hukum yang berlaku didasarkan pada penerimaan masyarakat di mana hukum itu diterapkan. (Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, 1993, 91-92)

·         Berfungsi Secara Yuridis

fungsi hukum atau normatif dari satu atau beberapa peraturan, jika peraturan tersebut merupakan bagian dari peraturan hukum tertentu dimana peraturan hukum tersebut saling merujuk satu sama lain. Sistem norma hukum yang demikian mencakup semua sistem norma hukum khusus yang didasarkan pada norma hukum umum. Dalam pembahasan pasal ini, standar hukum yang lebih rendah secara tegas diturunkan dari standar hukum yang lebih tinggi.

Sebagaimana ditekankan oleh Hans Kelsen, fungsi hukum negara hukum tidak dapat dipisahkan dari doktrin hukum murni. Fungsi hukum negara hukum ditentukan dengan syarat-syarat sebagai berikut:

Pertama, harus ada otoritas legislatif. Setiap produk yang sah harus diproduksi oleh organisasi atau pejabat resmi. Jika tidak, yang terjadi adalah tidak sah. Diasumsikan tidak pernah ada dan semua konsekuensinya batal demi hukum.

Misalnya, peraturan perundang-undangan resmi di Indonesia harus dikembangkan bersama oleh Presiden dan DPR. Jika tidak maka hukumnya batal. Kedua, harus sesuai dengan objeknya baik bentuk, jenis maupun aturan hukumnya. Penyimpangan dari formulir ini dapat menjadi dasar pembatalan produk yang valid.

Ketiga, harus mengikuti jalan tertentu. Jika cara ini tidak diikuti, maka produk tersebut batal demi hukum atau mempunyai/tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Keempat, kewajiban tidak bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi (legalitas).

Kelompok Sosial Dengan Hukum

Dalam hal ini, pengertian kelompok sosial adalah suatu kegiatan yang berlangsung antara dua orang atau lebih dan diatur oleh suatu sistem yang disebut hukum. Misalnya AD dan ART dalam suatu organisasi atau undang-undang yang mengatur kehidupan bernegara.

Keberadaan hukum merupakan bagian dari keberadaan faktor budaya. Keduanya saling berhubungan dan berpengaruh terhadap pengaturan suatu masyarakat budaya dengan aturan-aturan kehidupan bermasyarakat. Adanya pranata sosial dalam masyarakat yang menggunakan aturan untuk mengontrol interaksi dalam masyarakat.

·         Stratifikasi Sosial

Kelas sosial adalah ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa hukum berlaku untuk semua golongan tanpa diskriminasi. Bahkan, ada kelas sosial secara tidak langsung dalam masyarakat.

·         Kekuasaan Dan Otoritas

Kekuasaan dan kewenangan tersebut merupakan tugas yang ditetapkan dengan peraturan berbentuk undang-undang yang pelaksanaannya bersifat wajib.

·         Isu Sosial

Pengertian masalah sosial dalam konteks ini mengacu pada perilaku menyimpang dan pelanggaran terhadap keberadaan hukum.

Aliran Sosiologi Hukum

Kita dapat membedakan beberapa arus dalam sosiologi hukum. Aliran tersebut muncul karena adanya paradigma yang digunakan. Jadi meskipun pada dasarnya menggunakan pendekatan dan metode yang sama, yaitu optik sosiologis, namun satu aliran melakukan kajian secara berbeda dengan yang lain. Ada dua arus yang mengembangkan sosiologi hukum, sebagai berikut.

·         Aliran Positif

Aliran positif Aliran positif hanya berbicara tentang peristiwa yang murni dapat diamati dari luar. Mereka tidak ingin memasukkan hal-hal dalam studi mereka yang tidak dapat diamati dari luar, seperti nilai, tujuan, niat, dan sebagainya.

Pada tahun 1972, Black menulis The Boundaries of Legal Sociology. Artikel ini mengkaji apa yang dilakukan di bidang sosiologi hukum di Amerika sampai saat itu, sekaligus menunjukkan bagaimana studi di bidang ini harus dilakukan. Artikel tersebut dapat digambarkan sebagai mengumumkan keberadaan sekolah positif dan mengkritisi sekolah lain (Rahardjo, dalam Laksana, 2017, hlm. 15).

Hitam (dalam Laksana, 2017, hlm. 15) menunjukkan kaburnya ilmu pengetahuan dan politik dalam sosiologi hukum. Meski para sosiolog hukum saling mengkritik penerapan standar ilmiah dan akurasi metodologi serta validitas teoretis, ini semua dalam konteks pembahasan atau pendalaman isu-isu politik (implikasi kebijakan), menurut Black.

Cara kerja seperti ini ditolak mentah-mentah oleh Black karena mengandung dan memasukkan (memediasi) aspek psikologis seperti emosi, kemarahan dan perhatian pribadi. Sosiolog hukum tidak pantas berbicara sosiologi hukum sebagai borjuis, liberal, pluralis atau meliorist, intinya bukan untuk memihak semua “isme” ini tetapi untuk fokus pada apa yang disebut Black sebagai gaya wacana.

Lebih lanjut Black (dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 16) menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam ilmu hukum atau praktik kesehariannya, hukum dipandang sebagai kewajiban yang mengikat. Sementara itu, sosiologi hukum harus menjauh dari pengertian tersebut dan hanya melihat fakta, seperti putusan hakim, aparat kepolisian, kejaksaan dan aparatur.

Hanya fakta-fakta ini yang menjadi perhatian sosiologi hukum dan bukan bagaimana perilaku di bawah hukum harus dilakukan. Pendekatan hukum-sosiologis yang murni terhadap hukum bukanlah tentang mengevaluasi kebijakan hukum, tetapi tentang analisis ilmiah tentang kehidupan hukum sebagai sistem tingkah laku (perilaku).

Sosiologi hukum hanya berurusan dengan fakta-fakta yang dapat diamati. Sosiologi hukum tidak mencerminkan adanya tujuan hukum, tujuan hukum dan nilai-nilai hukum. Baginya, hukum adalah apa yang kita lihat dan apa yang terjadi di masyarakat. Sosiologi hukum didasarkan pada pengamatan sosial. Hukum merupakan variabel kuantitatif menurut sosiologi positif (Anwar & Adang, dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 16).

·         Arus Normatif

Aliran normatif pada dasarnya menyatakan bahwa hukum tidak hanya merupakan fakta yang diamati tetapi juga merupakan pranata nilai. Hukum mengandung nilai-nilai dan hukum berfungsi untuk mengungkapkan nilai-nilai tersebut dalam masyarakat. Dengan demikian landasan fundamental atau eksistensial hukum dalam masyarakat hilang jika hukum tidak dapat dilihat sebagai lembaga semacam itu.

Plilip Selznick, Jeromi Skolnick, Philippe Nonet dan Charlin adalah tokoh-tokoh yang mengembangkan apa yang disebut “Perspektif Berkeley”. Menurutnya, sosiologi hukum harus mengkaji landasan-landasan sosial yang hadir dalam cita-cita legalitas. Dengan demikian, pendirian mazhab ini berbeda dengan mazhab positif yang berpendapat bahwa penilaian nilai tidak ditemukan dalam dunia empiris. Sebaliknya, program Berkeley menekankan bahwa sosiologi hukum secara serius berhubungan dengan ide-ide hukum.

Menurut mazhab normatif, hukum bukanlah suatu fakta yang dapat diamati, melainkan suatu pranata nilai. Hukum mengandung nilai-nilai dan berfungsi untuk mengungkapkan nilai-nilai tersebut dalam masyarakat. Sosiologi hukum berasal dari aliran ini karena tidak dapat dipisahkan dari institusi primer seperti politik dan ekonomi (Anwar & Adang, dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 17).

Aliran normatif berpendapat bahwa studi sosiologis memperkaya pemahaman kita tentang kondisi dan biaya mewujudkan berbagai upaya manusia, seperti demokrasi, keadilan, efisiensi, dan keintiman. Kondisi sosiologis dan biaya yang terlibat dalam mencapai berbagai pengejaran ini tidak jarang dieksplorasi pada orang yang berbicara tentang keadilan. Di sinilah sosiologi berperan untuk memperkaya pemahaman dengan memperluas cakrawala pengetahuan kita, yaitu dengan memberikan penjelasan tentang struktur sosiologis demokrasi, keadilan, dan sebagainya.

Kemudian sosiologi hukum yang terbebas dari normativitas hukum, hanya berujung pada ketidaktahuan akan hakikat hukum. Sosiologi hukum yang berhenti hanya pada pengamatan eksternal Yang dibanggakan hitam akan menghasilkan masyarakat yang buta huruf (sampai lulus buta huruf) (Rahardjo, dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 17).

Demikian sedikit pembahasan mengenai Pengertian Sosiologi Hukum  semoga dengan adanya pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk kita semua, dan kami ucapkan Terima Kasih telah menyimak ulasan kami. Jika kalian merasa ulasan kami bermanfaat mohon untuk dishare :).

Baca juga artikel lainnya tentang: